Jumat, 14 April 2017

Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I
]PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan
Banyak tuduhan dialamatkan kepada sosok Pendidikan Kewarganegaraan, dan
tuduhan itu barangkali juga ada benarnya. Beberapa tuduhan itu antara lain, Pendidikan
Kewarganegaraan sering bersifat politis dari pada akademis, lemah landasan
keilmuannya, tidak tampak sosok keilmiahannya. Akibat lebih lanjut mata kuliah ini
kurang menantang, sehingga kurang diminati oleh mahasiswa. Kepentingan politik
penguasa terhadap Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia dapat dirunut dalam
sejarah perkembangan mata kuliah/mata pelajaran ini, sejak munculnya dalam sistem
pendidikan nasional. Mata pelajaran ini muncul pertama kali pada tahun 1957 dengan
nama Kewarganegaraan, yang isinya sebatas tentang hak dan kewajiban warga negara,
serta cara-cara memperoleh kewarganegaraan bagi yang kehilangan status
kewarganegaraan. Sebagai tindak lanjut dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Menteri PP dan
K mengeluarkan Surat Keputusan No.122274/s tanggal 10 Desember 1959 tentang
pembentukan panitia penyusunan buku pedoman mengenai kewajiban-kewajiban dan
hak-hak warga negara Indonesia dan hal-hal yang menginsyafkan warga negara tentang
sebab-sebab sejarah dan tujuan Revolusi Indonesia. Panitia tersebut berhasil menyusun
buku Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia pada tahun 1962 yang menjadi acuan
mata pelajaran Civics yang telah muncul pada tahun 1961. Buku tersebut berisi tentang
(1) Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (2) Pancasila, (3) UUD 1945, (4) Demokrasi
dan Ekonomi Terpimpin, (5) Konferensi Asia Afrika, (6) Hak dan kewajiban warga
negara, (7) Manifesto Politik, (8) Lampiran Dekrit Presiden, pidato Presiden, Declaration
of Human Rights dan lain-lain yang dipaketkan dalan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi
(Tubapi).

Sejak munculnya Orde Baru pada tahun 1966, isi mata pelajaran Civics versi Orde
Lama hampir seluruhnya dibuang, karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan
tuntutan yang sedang berkembang. Pada kurikulum 1968, mata pelajaran ini muncul
dengan nama Kewargaan Negara, yang isinya di samping Pancasila dan UUD 1945,
adalah ketetapan-ketetapan MPRS 1966, 1967, dan 1968, termasuk GBHN, HAM, sertabeberapa materi yang beraspek sejarah, geografi, dan ekonomi. Sesuai dengan amanat
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran ini berubah nama menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) pada kurikulum 1975. Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR
No. II/MPR/1978 tentang P-4, maka terjadilah perkembangan yang cukup substantif
mengenai materi pelajaran ini, yakni sangat dominannya materi P-4 dalam PMP. Bahkan
dalam penjelasan ringkas tentang PMP oleh Depdikbud (1982) dinyatakan bahwa hakikat
PMP tidak lain adalah pelaksanaan P-4 melalui jalur pendidikan formal. Hal ini tetap
berlangsung hingga berlakunya Kurikulum 1984 maupun Kurikulum1994, dimana PMP
telah berubah nama menjadi PPKN. Dalam perkembangannya yang terakhir, materi P-4
secara resmi tidak lagi dipakai dalam Kurikulum Suplemen 1999, apalagi. Ketetapan
MPR No.II/MPR/1978 tentang P-4 telah dicabut dengan Ketetapan MPR No.
XVHI/MPR/1998 (Muchson AR:2003).

Pada era reformasi ini Pendidikan Kewarganegaraan juga sedang dalam proses
reformasi ke arah Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma baru (^e^ Indonesian
Civic Education). Reformasi itu mulai dari aspek yang mendasar, yaitu reorientasi visi
dan misi, revitalisasi fungsi dan peranan, hingga restrukturisasi isi kurikulum dan meteri
pembelajaran. Seiring dengan itu, dalam sistem pendidikan nasional juga sedang
disosialisasikan pembaharuan kurikulum dengan konsep yang disebut Kurikulum
Berbasis Kompetensi (Competence Based Curriculum) atau disingkat KBK. Penerapan
konsep baru ini tentu saja harus disesuaikan dengan model KBK.

Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru berorientasi pada terbentuknya
masyarakat sipil (sivil society), dengan memberdayakan warga negara melalui proses
pendidikan, agar mampu berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan negara
yang demokratis. Print et al (1999:25) mengemukakan, civic education is necessary for
the building and consolidation of a democratic society. Inilah visi Pendidikan
Kewarganegaraan yang perlu dipahami oleh dosen dan guru, siswa danmahasiswa, serta
masyarakat pada umumnya. Kedudukan warga negara yang ditempatkan pada posisi yang
lemah dan pasif, seperti pada masa-masa yang lalu, harus diubah pada posisi yang kuat
dan partisipatif. Mekanisme penyelenggaraan sistem pemerintahan yang demokratis
semestinya tidak bersifat top down, melainkan lebih bersifat buttom up. Untuk itulahdiperlukan pemahaman yang baik dan kemampuan mengaktualisasikan demokrasi di
kalangan warga negara, ini dapat dikembangkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan.

Secara klasik tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia adalah untuk
membentuk warga negara yang baik (a good citizen). Akan tetapi pengertian warga
negara yang baik itu pada masa-masa yang lalu lebih diartikan sesuai dengan tafsir
penguasa. Pada masa Orde Lama, warga negara yang baik adalah warga negara yang
berjiwa revolosioner, anti imperialisme, kolonialisme, dan neo kolonialisme. Pada masa
Orde Baru ,warga negara yang baik adalah warga negara yang Pancasilais, manusia
pembangunan dan sebagainya. Sejalan dengan visi Pendidikan Kewarganegaraan
paradigma baru, misi mata pelajaran ini adalah meningkatkan kompetensi
siswa/mahasiswa agar mampu menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif
dalam sistem pemerintahan yang demokratis.

·        Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk membentuk
warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara
Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai
dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan memberikan kompetensi sbb:
·         Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
·         Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

·         Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

·         Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Pusat
Kurikulum, 2003:3).

·        Substansi Materi Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasar hasil studi di berbagai negara, Print (1999:12) berpendapat isi Pendidikan
Kewarganegaraan yang prinsip adalah:
·         Hak dan tanggung jawab warga negara.
·         Pemerintahan dan lembaga-lembaga.
·         Sejarah dan konstitusi.
·         Identitas nasional.
·         Sistem hukum dan rule of law.
·         Hak asasi manusia, hak-hak politik, ekonomi dan sosial.
·         Proses dan prinsip-prinsip demokrasi.
·         Partisipasi aktif warga negara dalam wacana kewarganegaraan.
·         Wawasan internasional.
·         Nilai-nilai dari kewarganegaraan yang demokratis.
Waterwoth (1998:3) mengemukakan tentang butir-butir concept of citiznship dan
warga negara yang baik, yaitu:
·         Menghargai warisan budaya masyarakatnya.
·         Menggunakan hak pilih.
·         Menghormati hukum dan norma-norma masyarakat.
·         Memahami berbagai proses politik dan ekonomi.
·         Menggunakan hak berbicara.
·         Memberikan sumbangan bagi kebaikan keluarga dan masyarakat.
·         Peduli terhadap lingkungan lokalnya.
Sedangkan Abdul Azis Wahab (2000:5) mengemukakan sepuluh pilar demokrasi
Indonesia yang harus menjadi prinsip utama penegembangan Pendidikan
Kewarganegaraan, yaitu:
·         Konstitusionalisme.
·         Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
·         Kewarganegaraan cerdas.
·         Kedaulatan rakyat.
·         Kekuasaan hukum.
·         Hak asasi manusia.
·         Pembagian kekuasaan.
·         Sistem peradilan yang bebas.
·         Pemerintahan daerah.
·         Kesejahteraan sosial dan keadilan sosial.
Berdasarkan uraian dimuka diperoleh gambaran tentang keragaman luasnya
cakupan materi dan penataan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum. Hal ini
bukanlah sesuatu yang harus dianggap aneh, sebab kurikulum pada dasarnya adalah suatu
pilihan. Dilihat dari sudut keilmuan, standar materi mata pelajaan ini tidak sedemikian
ketat, cukup fleksibel, bahkan mudah berubah. Indonesia sendiri mempunyai pengalaman
mengenai sering diubahnya isi materi mata kuliah ini, seiring dengan pergantian rezim
sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Dari sekian banyak mata kuliah/mata
pelajaran, tidak ada yang perubahan materinya sedinamis mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Meskipun demikian, Pendidikan Kewaganegaraan paradigma baru
harus didasarkan pada standar kelayakan materi yang bersifat universal, Pancasila
sebagai dasar negara (Muchson, 2003).
Pusat kurikulum Diknas lewat konsep KBK Kewarganegaraan di SD dan MI, SMP
dan MTs. serta SMA dan MA tahun 2003, mengajukan civic knoledge berupa aspek
berbangsa dan bernegara yang terdiri dari sub aspek:
·         Persatuan bangsa;
·         Norma, hukum dan peraturan;
·         Hak asasi manusia;
·         Kebutuhan hidup warga negara;
·         Kekuasaan dan politik;
·         Masyarakat demokratis;
·         Pancasila dan konstitusi negara,
·         Globalisasi (Cholisin, 2004:18).
Aspek-aspek dari pengetahuan kewarganegaraan di atas pada dasarnya merupakan
pengetahuan yang berkaitan dengan peran warga negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara yang demokratis.
Adapun substansi kajian Pendidikan Kewarganegaraan yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi adalah sebagai berikut:
·         Pengantar
·         Hak asasi manusia
·         Hak dan kewajiban warganegara
·         Bela negara
·         Demokrasi
·         Wawasan Nusantara
·         Ketahanan nasional
·         Politik dan strategi nasional.
D. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK)
Proses pembelajaran di perguruan tinggi Indonesia, menyerap dan menyepakati
filosofi konsep pendidikan internasional yang cenderung semakin, manusiawi, realistis,
egaliter, demokratis, dan religius. Kebijakan pendidikan tinggi Indonesia, menerima
deklarasi UNESCO (1998), yaitu hakikat pendidikan yang berwujud empat pilar
pendidikan sebagai berikut: (1) Learning to Know termasuk prinsip learning to lern,
learning to think
 dan life long education; (2) Learning to Do; (3) Learning to Be dan (4)
Learning to Live Together.
Untuk keperluan pengembangan MPK dan MBB dikutipkan prinsip learning to
live together
 sebagai berikut: (1) membangun solidaritas sosial, (2) memperkuat
ketahanan masyarakat, (3) membangun sistem nilai, (4) upaya pembentukan identitas; (5)
membangun pra kondisi untuk budaya perdamaian (Hamdan Mansoer, 2003:1).
Pendidikan tinggi di Indonesia mempunyai fungsi untuk pembentukan sosok
lulusan yang utuh dan lengkap ditinjau dari segi kemampuan/ketrampilan dan
kematangan/kesiapan pribadi. Karenanya pendidikan tinggi harus mampu menghasilkan
(1) manusia unggul secara intelektual dan anggun secara moral, (2) kompeten menguasai
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (3) memiliki komitmen tinggi untuk berbagai
peran sosial.
Oleh karea itu MPK lebih diarahkan kepada pemantapan dan pemahaman serta
pengembangan filosofi untuk kepentingan pembentukan dan pengembangan kepribadian
warga negara yang cendekia, cerdas, dan menguasai kompetensi profesinya. Kebijakan
yang ditempuh antara lain mulai tahun akademis 2003-2004 diberlakukan kurikulum baru
yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum ini menekankan kejelasan hasil
didik sebagai seseorang yang kompeten dalam hal: (1) menguasai ilmu pengetahuan dan
ketrampilan tertentu, (2) menguasai penerapan ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam
bentuk kekaryaan, (3) menguasai sikap berkarya, (4) menguasai hakikat dan kemampuandalam kehidupann bermasyarakat dengan pilihan kekaryaan. Berbekal kompetensi yang
dimiliki, seorang lulusan pendidikan tinggi diharapkan mampu menjadikan bekal
pendidikan yang diperolehnya sebagai pencerah masyarakat, bangsa dan negara. Untuk
tercapainya maksud tersebut rumpun MPK dan MBB (mata kuliah berkehidupan
bersmasyarakat) punya peran strategis. Adapun yang termasuk rumpun MPK adalah
Penidikam Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewaganegaraan. Sedangkan
rumpun MBB antara lain Ilmu Sosial Dasar (ISD), Ilmu Budaya Dasar (IBD) yang
sekarang oleh Dikti akan digabung menjadi Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD), serta
Kealaman Dasar (IAD).
E. Kompetensi yang Diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan
Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab, yang
harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu melakukan
tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi yang diharapkan setelah
menempuh pendidikan kewarganegaraan adalah, dimilikinya seperangkat tindakan
cerdas, penuh tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan
negara, serta mampu turut serta dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi
masyarakat, bangsa dan negara sesuai dengan profesi dan kapasitas masing-masing. Sifat
cerdas yang dimaksud tampak dalam kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dalam
bertindak, sedangkan sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan
ditinjau dari nilai agama, moral, etika dan budaya.
Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 37 ayat (2): Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat (a) Pendidikan agama, (b)
Pendidikan Kewarganegaraan, (c) Bahasa. Pasal 2: Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia. Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsi
mengmbangkan kemampuan dan membentuk watak serta perdaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil, akan menumbuhkan sikap mental
bersifat cerdas, penuh tanggungjawab dari perserta didik dengan perilaku yang: (a)
Beriman dan bertaqwa terhadap TuhanYang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai
falsafah bangsa; (b) berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara; (c) bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai
warga negara; (d) bersikap profesional yang dijiwai oleh kesadaran belanegara; (e) aktif
memanfaatkan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan
negara.
Melalui pendidikan kewarganegaraan diharapkan warganegara mampu
memahami, menganalisis, serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat,
bangsa dan negara secara tepat, rasional, konsisten , berkelanjutan dan bertanggung
jawab dalam rangka mencapai tujuan nasional. Menjadi warga negara yang tahu hak dan

kewajibannya, menguasai ilmu dan teknologi serta seni namun tidak kehilangan jati diri
(tidak tercerabut dari akar budaya bangsanya).




Daftar Pustaka
Abdulkadir Besar (1996). Perkembangan Ideologi-Ideologi Dunia dan Ketahanan
Nasional, dalam Ichlasul Amal dan Armaydi Armawi. Sumbangan Ilmu Sosial
Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Abdurrahman Wahid, 2001, Membangun Demokrasi, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Agus Wirahadikusumah dkk. (1999). Indonesia Baru dan Tantangan TNI. Puastaka Sinar
Harapan Jakarta.
Arif Yulianto (2002). Hubungan Sipil Militer di Indonesia Pasca Orde Baru.
PT Grafindo Jakarta.
Alfian dan Nazarudin Syamsudin, 1991, Profil Budaya Politik Indonesia, Pustaka Utama
Grafiti, Jakarta.
Amir Iskandar, 1994, Revolusi Demokrasi, Yayasan Obor, Jakarta.
Andriyani Purwastuti dkk (2002). Pendidikan Pancasila (Buku Pegangan Kuliah). Yog-
yakarta: UPT MKU UNY.
Bachtiar, Harsja W, 1987, Integrasi Nasional Indonesia dalam Wawasan Kebangsaan
Indonesia, Badan Penghayatan Kesatuan Bangsa Pusat, Jakarta.
Bahar Syafrudin, 1989, Pendidikan Bela Negara, Intermedia, Jakarta.
Benidict Anderson (2001). Imagined Communities. Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Branson, Margaret S., dkk. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta
Kerjasama LKIS dan Asia Foundation.
Center for Civic Education (1994). National Standars for Civic and Government
. Calabasas USA.
Cholisin, 1999, Modul 3: Hubungan Warga Negara dengan Negara, Universitas
Terbuka, Jakarta.
Cholisin, 2000, Ilmu Kewarganegaraan, Laboratorium PPKN, Fakultas ilmu Sosial
UNY, Yogyakarta.
Cholisin, (2004). Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karakter
Kewarganegaraan. Jurnal Civics Vol 1, No.1, 2004. PPKN FIS UNY.

Diamond, Larry and Marc F Plattner (1998). Nasionalisme, Konflik Etnik, dan
Demokrasi. Bandung; Penerbit ITB.
Donald K. Emerson (2001). Indonesia Beyond Soeharto. Gramedia Jakarta.
Driyarka (1976/ Pancasila Sebagai Ideologi. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan
Paramita.
Endang Z. Sukaya, dkk. , Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Paradigma Yogyakarta
2002.
Fadly Zon (2004). Politik Huru Hara. Institut for Policy Studies Jakarta.
Frans Magnis Soeseno, 1987, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan
Modern, Gramedia, Jakarta.
Gafar, Afan (2002). Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta Pustaka
Pelajar.
Hamdan Mansoer (2003). Strategi Pembinaan MPK di Perguruan Tinggi. Dirjen.
Dikti, Diknas, Bagian Proyek Pendidikan Tenaga Akademik 2003.
Hans J. Morgenthau,1990.Politik Antar Bangsa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
Harsono (1992). Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan. Liberty Yogyakarta.
Haryatmoko (2003). Etika Politik dan Kekuasaan . Penerbit Kompas Jakarta.
Hantington, Samuel (2000). Benturan Peradaban. CV Qalam Yogyakarta.
Hikam AS, Muhammad (1999). Demokrasi dan Civil Society. LP3ES Jakarta.
Indria Samego dkk.(1998). Bila ABRIMenghendaki. Mizan Bandung.
Iswadi (2000). Bisnis Militer Orde Baru. PT Remaja Rosda Karya Bandung.
Iqbal Hasan (2002). Pokok-Pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Raja Gra-
findo Persada.
Jimly Asshiddiqie (2004). Format Kelembagaan Negara dan Pertgeseran Kekuasaan
dalam UUD 1945. UII Press Yogyakarta.
John M.Collins, 1973, Grand Strategy, Principles and Practices, US Naval Institute,
Anapolis, USA.
Kaelan (2002). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Kahn, Hans, 1989, Nasionalisme:Arti dan Sejarahnya 9Terjemahan), Jakarta.
Kansil (2001). Ilmu Negara. Pradnya Paramita Jakarta.
Kivlan Zen (2004). Konflik dan Integrasi TNI AD. Institut for Policy Studies Jakarta.
Kus Eddy Sartono dkk. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan Buku Pegangan Kuliah.
UPT MKU UNY.
Kep. Dirjen, Dikti No.267/Dikti/Kep/2000, Tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan pada
Perguruan Tinggi di Indonesia.
Lemhannas, 1995 Kewiraan Untuk Mahasiswa, Dirjen Dikti Depdikbud dan PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Miriam Budihardjo, 1988, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.
Muchson, (2003). Pendidikan Kewaranegaraan Paradigma Baru. Makalah seminar
29 Maret 2003 UNS Surakarta.
Print, Murray et al (1999). Civic Education for Civil Society. London: Asian
Academic Press.
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan Kewarganegaraan. Puskur. Balitbang. Diknas. Jakarta.
Penerbit Buku Kompas (2000). Seribu Tahun Nusantara. Penerbit Kompas Jakarta.
Ramlan Surbakti, 1999, Memahami Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.
Sarwoto Mulyosudarmo (2004). Pembaharuan Ketatanegaraan Indonesia Melalui
Perubahan Konstitusi.
Sundhaussen (1986). Politik Militer Indonesia 1945-1967. LP3ES Jakarta.
Soedjatmoko (1991). Soedjatmoko dan Keprihatinan Masa depan. Tiara Wacana
Yogyakarta, 1991.
Soehino, 1986, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta.
Sunarso dkk (2002). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: PPKP Press.
Sunarso dkk. (2003). Pendidikan Kewargaan Negara Buku Pegangan Mahasiswa..
PPKP Press Yogyakarta.

Soebijono dkk. (1997). Dwi Fungsi ABRI. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.
Sekretariat Negara R.I, Garis Garis Besar Haluan Negara 1999-2004 ( Tap MPR
No.IV/MPR/1999 ).
Sekretariat Negara R.I, UU No.22 Th.1999 tentang Pemerintahan Daerah, Penerbit
Sejahtera Mandiri, Jakarta
Sekretariat Negara R.I, UU No. 25 Th. 1999 tengan Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, Penerbit Sejahtera Mandiri, Jakarta.
Sumarsono,dkk, Pendidikan Kewarganegaraan , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2001
Teicher, Ulrich, (1997). Enhancing Productivity: Higer Education and a Changing
Job Requirement dalam Higer Education and Human Resource development
In The Asia Pasific for
Teuku Yacob (2004). Tragedi Negara Kesatuan Kleptokratis. Yayasan Obor Jakarta.
Tim Dosen UGM (2002). Pendidikan Kewarganegaraan. Paradigma Yogyakarta.
Tim Dosen UGM, 2002, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma Yogyakarta.
Tim Dosen PPKP, 2002, Pendidikan Kewarganegaraan (untuk Pendidikan tinggi dan
Umum), PPKP Press, Yogyakarta.
Wahab,Abdul Azis. (2000). New Paradigm and Curriculum Design for
New Indonesian Civic Education. Paper , The International Seminar.
March 29, 2000,at Bandung.
Waterworth, Peter (1998). Trends in Social Studies Education and Citizenship Education
. Paper. Faculty of Education, Deakin University, Australia.
Referensi yangberbentuk UU
UUD 1945, Setelah Amandemen Kedua Tahun 2000, Sinar Grafika, Jakarta.
UU No.2 Tahun 1989, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UUD 1945. Setelah Amandemen Keempat (2003). Sinar Grafika, Jakarta.
UU No. 39 tahun 1999. Tentang Hak Asasi Manusia. Jakarta Sinar Gafika.
UU No. 20 Tahun 1999. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UU No. 2 Tahun 1999. Tentang Partai Politik.
UU No. 22 Tahun 1999. Tentang Otonomi Daerah.
UU No. 25 Tahun 1999. Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
UU No. 2 Tahun 2002. Tentang Kepolisian Negara.

UU No. 3 Tahun 2002. Tentang Pertahanan Negara.
UU No. 40 Tahun 1999. Tentang Pers.

UU No. 12 Tahun 2003. Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar